Senin, 09 Januari 2012

proposal penelitian

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal yang berjudul Pengaruh lama waktu aktivasi terhadap arang aktif dengan menggunakan soda kue dan asam cuka ini. Dalam proposal ini digunakan dua jenis aktivator, dengan variasi konsentrasi dan temperaturaktivasi. Penulisan ini dilakukan sebagai usulan penelitian.
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal ini.


Sarolangun, 03 januari 2012

penyusun


DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................
Kata Pengantar.........................................................................................
Daftar Isi....................................................................................................

BAB I pendahuluan
1.1  Latar Belakang......................................................................................
1.2  Rumusan Masalah.................................................................................
1.3  Pembatas masalah.................................................................................
1.4  Tujuan Penelitian..................................................................................
1.5  Manfaat Penelitian................................................................................

BAB II Tinjaun Pustaka
2.1 Penelitian yang relevan.........................................................................
2.1.1 Kelapa Sawit..................................................................................
2.1.2 Arang Aktif....................................................................................
2.1.3 Natrium Karbonat..........................................................................
2.1.4 Asam Asetat...................................................................................
2.1.5 Adsorbsi.........................................................................................
2.1.6 koagulasi........................................................................................
2.2 Teori yang mendukung.........................................................................
2.3 kerangka Berpikir..................................................................................
2.4 Hipotesis................................................................................................

BAB III Metodologi Penelitian
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................
3.2 Populasi dan Sampel.............................................................................
3.3 Alat dan Bahan.....................................................................................
3.4 Metode Kerja........................................................................................
3.5 Analisis Data.........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................





1
4
4
5
5


6
6
12
21
23
24
26
28
30
31


32
32
32
33
38

39

 

BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

keadaan masyarakat yang tinggal di daerah yang jauh dari sungai-sungai besar dan hanya memanfaatkan sungai-sungai kecil, akan sangat sulit sekali untuk mendapatkan air yang bersih, terutama pada saat musim kemarau tiba, keadaan air tidak hanya bau, kadar organiknya tinggi, kadar besi dan mangan tinggi serta warna air tersebut agak keruh, hal ini disebabkan oleh senyawa-senyawa organik. Senyawa organik tersebut berbahaya karena bersifat asam sehingga umumnya logam-logam terlarut dalam bentuk mikroelement.
Dengan keadaan itu, akibatnya masyarakat sangat tergantung pada air hujan, Maka perlu dilakukan usaha untuk pengolahan air bersih seperti menjernihkan air agar dapat dimanfaatkan,salah satu Cara alternatif yang dilakukan adalah dengan mengurangi tingginya konsentrasi limbah organik yang terdapat dalam air tersebut, sehingga air tersebut bisa digunakan kembali oleh makhluk hidup yang ada di lingkungan.
Salah satu logam yang berbahaya dalam yang bisa mencemari air adalah fenol, karena fenol merupakan salah satu limbah organik yang keberadaannya didalam air perlu dipantau, senyawa ini termasuk dalam kategori limbah B-3 (Bahan Beracun Berbahaya). Limbah ini dihasilkan oleh industri kokas, kayu, bahan-bahan logam, dan petroleum. Kandungan fenol dalam limbah industri dapat menjadi sumber pencemar yang serius bila masuk ke dalam suatu lingkungan perairan. Standar maksimal kadar fenol dalam limbah industri yaitu sebesar 1 ppm.
seiring dengan meningkatnya investasi dalam bidang industri pabrik kelapa sawit (PKS), yang mana pabrik kelapa sawit tersebut mengekplorasikan kelapa sawit menjadi minyak. Dewasa ini pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak seperti yang ada di PT. Plakar kabupaten sarolangun mempunyai kapasitas produksi industri CPO yang ada adalah sekitar 60 dan 90 ton per jam, dan 45 %  dari produksinya menghasilkan limbah cangkang sawit yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai karbon aktif yang dibuat dalam bentuk arang.
Arang aktif adalah karbon yang bersifat adsorptif dan mampu menyerap anion, kation dan molekul dalam bentuk senyawa organik berupa larutan dan gas, sehingga digunakan sebagai penyerap polutan berkadar rendah atau sebagai katalisator pada produk-produk industri. Dewasa ini arang aktif banyak dimanfaatkan oleh pihak industri seperti pada industri pemurnian gula, pemurnian gas, minyak dan lemak, minuman, pengolahan pulp, pengolahan pupuk, kimia, farmasi serta penjernihan air untuk mengabsorbsi bau, warna, gas dan logam yang tidak diinginkan (Djatmiko dkk., 1985).
Kebutuhan arang aktif diperkirakan akan meningkat sejalan dengan perkembangan dunia industri. Berdasarkan catatan Departemen Perdagangan dan Perindustrian (Anonim, 2003), Indonesia masih mengimpor arang aktif dari 19 negara seperti Jerman, Jepang, Amerika dan Malaysia. Selain mengimpor, Indonesia juga mengekspor arang aktif ke sekitar 32 negara seperti Jepang, Korea, China, India, Mesir, Australia dan Inggris. Produksi arang aktif tahun 2001 adalah 14.000 ton. Ekspor arang aktif pada tahun yang sama tercatat sebesar 11.834 ton yang bernilai US$ 9.167.000,- dan impor sebesar 1.086 ton dengan nilai US$ 2.010.000,-. Jumlah perusahaan produsen arang aktif di Indonesia pada tahun 2000 adalah 18 buah.
Untuk meningkatkan produksi arang aktif di Indonesia dan mengurangi konsumsi arang aktif dari negara lain, perlu dilakukan upaya untuk menemukan bahan baku lain yaitu bahan baku alternatif di antaranya cangkang kelapa sawit yang merupakan limbah padat pengolahan minyak kelapa sawit.
Limbah padatan PKS berupa tandan kosong kelapa sawit, cangkang kelapa sawit, sabut kelapa sawit dan limbah cair. Dihasilkan juga karbon dari eksplorasi batu bara serta arang tempurung dari batok kelapa. Namun, dalam pemanfaatannya cangkang kelapa sawit, selama ini hanya sebagai bahan bakar boiler, dan belum dimanfaatkan cangkang kelapa sawit untuk diolah menjadi arang aktif secara komersial sebagai bahan penyerap (adsorben) untuk menghilangkan polutan (pengotor) baik yang berupa gas maupun yang berupa cairan.
Dengan mereview model yang sudah tersedia, sangat diperlukan ujicoba secara lapangan dan sebagai tindak lanjut penelitian yang telah dikembangkan maka  pemanfaatkan sumber daya lokal yakni  dengan memanfaatkan arang aktif dari cangkang kelapa sawit sangat dibutuhkan. Beberapa pertimbangan penting adalah ketersediaan bahan baku cangkang yang ada di Kabupaten Sarolangun. Untuk itu dilakukan penelitian rancangan mengenai adsorben dari arang cangkang sawit ini .
Dari uraian diatas, maka peneliti mencoba mengembangkan penelitian ini dengan judul “Pengaruh lama waktu aktivasi terhadap arang aktif dengan menggunakan soda kue dan asam cuka”.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengaruh lama waktu aktivasi terhadap arang cangkang sawit yang di aktifkan dengan soda kue dan asam cuka?
2.      Berapakah waktu yang efektif untuk digunakan sebagai adsorben?

1.3  Pembatas Masalah
Pada penelitian ini diambil batasan permasalahan berupa:
1.      Bahan baku pembuatan arang aktif adalah cangkang kelapa sawit.
  1. Cangkang sawit yang digunakan adalah cangkang sawit yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit yang ada di plakar kabupaten sarolangun.
  2. Komponen pengaktif arang adalah soda kue dan asam cuka.
  3. Penentuan pengaruh lama waktu aktivasi arang aktif dengan menggunakan soda kue dan asam cuka.


1.4  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan pembuatan arang aktif dari cangkang kelapa sawit
  1. Melakukan pengaktifan arang cangkang kelapa sawit menggunakan soda kue dan asam cuka.
  2. Mengetahui variasi waktu mana yang paling efektif dalam proses mengadsorben logam-logam dalam air.

1.5  Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat sebagai berikut :
1.      Diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan cangkang sawit yang dapat digunakan sebagai adsorben.
2.      Mendapatkan suatu alternatif penjernih air yang murah, sederhana, dan mudah pengoperasiannya untuk mengurangi atau menurunkan konsentrasi logam-logam yang berbahaya di air seperti salah satunya fenol.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1  Penelitian Yang Relevan
2.1.1        Kelapa Sawit
2.1.1.1  Sejarah Kelapa Sawit
Pohon Kelapa Sawit terdiri daripada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon Kelapa Sawit Afrika, Elaeis guineensis, berasal dari Afrika barat di antara Angola dan Gambia, manakala Pohon Kelapa Sawit Amerika, Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandungi minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Klasifikasi tanaman kelapa sawit :
Kingdom              : tumbuhan
Divisi                    : magnoliophyta
Kelas                    : Liliopsida
Ordo                     : Arecales
Famili                   : Arecaceae
Jenis                     : Elaeis
Spesies     : E. Guineensis

2.1.1.2 CiriCiri Fisiologi Kelapa Sawit
A. Daun
Daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelapah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam.
B. Batang
Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa.
C. Akar
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.



D. Bunga
Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
E. Buah
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Buah terdiri dari tiga lapisan:
a) Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
b) Mesoskarp, serabut buah
c) Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Kelapa sawit diklasifikasikan atas 3 (tiga) tipe yaitu:
a. Elaeis quineesis varitas Dura
Daging buahnya, mempunyai inti yang besar dan ketebalan tempurungnya berkisar antara 2-8 mm.
b. Elaeis quineensis varitas Pisifera
Buah jenis ini, tidak mempunyai tempurung dan intinya sangat kecil,sedangkan daging buahnya tebal.
c. Elaeis quineensis varitas Tenera
Daging buahnya tebal, disekeliling tempurung terdapat Berst (fiber ring).Ketebalan tempurung berkisar antara 0,5 -4 mm.
                         
                                   Gambar. 2.1. kelapa sawit.
2.1.1.3 Perkembangbiakan Kelapa Sawit
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besarbesar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masingmasing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. seberapa tenera unggul persentase daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%.
  Gambar 2.3 Peta persebaran luas lahan dan produksi kelapa sawit.

2.1.1.4 Hasil Kelapa Sawit
Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika.
Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Jenis limbah pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain. Pada tabel 1 terlihat potensi limbah yang dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tidak sedikit. Salah satu nya adalah potensi limbah dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara yang mampu menggantikan pupuk sintesis (urea, TSP, dan lain-lain).
Tempurung biji sawit, selain digunakan sebagai bahan bakar atau arang juga digunakan senagai pengeras jalan. Arang tempurung inti sawit tersebut jika diperlakukan dengan bahan-bahan kimia atau dipanaskan lebih lanjut, dapat dijadikan sebagai arang aktif.

Tabel 2.1 Jenis, Potensi dan Pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit           

2.1.2        Arang Aktif
2.1.2.1 Pengertian Arang
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.
Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2 g dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif.
Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk powder yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000 Å, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia dan industri baju. Diperoleh dari serbuk-serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.
Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 Å, tipe pori lebih halus, digunakan dalam  fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur keras. Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif untuk masing-masing tipe, pernyataan di atas bukan merupakan suatu keharusan. Karena ada arang aktif sebagai pemucat diperoleh dari bahan yang mempunyai densitas besar, seperti tulang. Arang tulang tersebut, dibuat dalam bentuk granular dan digunakan sebagai pemucat larutan gula. Demikian juga dengan arang aktif yang digunakan sebagai penyerap uap dapat diperoleh dari bahan yang mempunyai densitas kecil, seperti serbuk gergaji.
2.1.2.2 Aktivasi Arang Aktif
Proses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan di samping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.
Metoda aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah: 
  1. Aktivasi Kimia: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. 
  2. Aktivasi Fisika: proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2.
Untuk aktivasi kimia, aktivator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2 asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4. Arang aktif sebagai pemucat, dapat dibuat dengan aktivasi kimia. Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia, kemudian campuran tersebut dipanaskan pada temperatur 500-900°C. Selanjutnya didinginkan, dicuci untuk menghilangkan dan memperoleh kembali sisa-sisa zat kimia yang digunakan. Akhirnya, disaring dan dikeringkan. Bahan baku dapat dihaluskan sebelum atau setelah aktivasi.


Gambar 2.6 Limbah Cangkang Kelapa Sawit dan Arang Aktif Hasil Pengolahan
Cheremisinoff dan A. C. Moressi (1978), mengemukakan bahwa proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu: 
a.  Dehidrasi: proses penghilangan air. 
Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 °C. 
b.  Karbonisasi: pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. 
Temperatur di atas 170°C akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada temperatur 275°C, dekomposisi menghasilkan tar, metanol dan hasil sampingan lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 ñ 600°C.
c.  Aktivasi: dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. 
Dapat dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktivator. Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu: 
1.      Sifat Adsorben 
Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar.
Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan, juga diperhatikan.
2.  Sifat Serapan 
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

3.  Temperatur 
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk menyelidiki temperatur pada saat berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bisa diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.
4.  pH (Derajat Keasaman) 
Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
5.  Waktu Kontak 
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama (Sembiring, 2003).
2.1.2.3 Kegunaan Arang Aktif
Saat ini, arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia, makanan/minuman dan farmasi. Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap, dan penjernih. Dalam jumlah kecil digunakan juga sebagai katalisator (lihat tabel 1).
Maksud/Tujuan
Pemakaian
I. UNTUK GAS
1. Pemurnian gas
Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk, asap, menyerap racun
2. Pengolahan LNG
Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah dan reaksi gas
3. Katalisator
Reaksi katalisator atau pengangkut vinil kiorida, dan vinil acetat
4. Lain-lain
Menghilangkan bau dalam kamar pendingin dan mobil

II. UNTUK ZAT CAIR
1. Industri obat dan makanan
Menyaring dan menghilangkan warna, bau, rasa yang tidak enak pada makanan
2. Minuman ringan, minuman keras
Menghilangkan warna, bau pada arak/ minuman keras dan minuman ringan
3. Kimia perminyakan
Penyulingan bahan mentah, zat perantara
4. Pembersih air
Menyaring/menghilangkan bau, warna, zat pencemar dalam air, sebagai pelindung dan penukaran resin dalam alat/penyulingan air
5. Pembersih air buangan
Mengatur dan membersihkan air buangan dan pencemar, warna, bau, logam berat.
6. Penambakan udang dan benur
Pemurnian, menghilangkan ban, dan warna
7. Pelarut yang digunakan kembali
Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil acetat dan lain-lain

III. LAIN-LAIN
1. Pengolahan pulp
Pemumian, menghilangkan bau
2. Pengolahan pupuk
Pemurnian
3. Pengolahan emas
Pemurnian
4. Penyaringan minyak makan dan glukosa
Menghilangkan bau, warna, dan rasa tidak enak



2.1.2.4 Syarat Mutu Arang Aktif
Menurut Standard Industri Indonesia (SlI No. 0258-79) persyaratan arang aktif adalah sebagai berikut :
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
1. Bagian yang hilang pada pemanasan 950°C
%
Maksimum 15
2. Air
%
Maksimum 10
3. Abu
%
Maksimum 2,5
4. Bagian yang tidak mengarang
%
Tidak ternyata
5. Daya serap terhadap larutan I2
%
Maksimum 20



2.1.3 Natrium Karbonat
2.1.3.1 Pengertian Natrium Karbonat
 Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disingkat menjadi bicnat. Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama.
Senyawa ini disebut juga baking soda (soda kue), Sodium bikarbonat, natrium hidrogen karbonat, dan lain-lain. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. Senyawa ini digunakan dalam roti atau kue karena bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida, yang menyebabkan roti "mengembang".
Senyawa ini juga digunakan sebagai obat antasid (penyakit maag atau tukak lambung). Karena bersifat alkaloid (basa), senyawa ini juga digunakan sebagai obat penetral asam bagi penderita asidosis tubulus renalis (ATR) atau rhenal tubular acidosis (RTA).
NaHCO3 umumnya diproduksi melalui proses Solvay, yang memerlukan reaksi natrium klorida, amonia, dan karbon dioksida dalam air. NaHCO3 diproduksi sebanyak 100 000 ton/tahun (2001).
Soda kue juga diproduksi secara komesial dari soda abu (diperoleh melalui penambangan bijih trona, yang dilarutkan dalam air lalu direaksikan dengan karbon dioksida. Lalu NaHCO3 mengendap sesuai persamaan berikut
Na2CO3 + CO2 + H2O → 2 NaHCO3

2.1.3.2 Kegunaan Natrium Karbonat
Natrium bikarbonat atau hidrogen karbonat atau asam karbonat dengan rumus kimia NaHCO3, adalah bahan kimia berbentuk kristal putih yang larut dalam air, yang banyak dipergunakan di dalam industri makanan/biskuit (sebagai baking powder), pengolahan kulit, farmasi, tekstil, kosmetika, pembuatan pasta gigi, pembuatan permet (candy) dan industri pembuatan batik.
Pada skala industri, natrium karbonat dapat di produksi melalui reaksi antara natrium karbonat, air dan gas karbon dioksida :
Na2CO3  +  H2O  +   CO2           2NaHCO3
Selain itu, natrium bikarbonat dapat pula dihasilkan dari reaksi antara natrium klorida (NaCl), ammonia (NH3) dan karbon dioksida (CO2).
Namun, sebagian besar produsen natrium bikarbonat lebih banyak menggunakan reaksi pertama untuk menghasilkan natrium bikarbonat. Dengan proses ini, untuk menghasilkan 1 ton natrium bikarbonat dibutuhkan sekitar 690 kg natrium karbonat, 300 kg karbon dioksida dan air secukupnya.
2.1.4 Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat selulosa asetat, dan polivinil asetat maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

2.1.5 Adsorbsi
Adsorbsi adalah terserapnya atau terikatnya suatu substansi (adsorbat) pada permukaan yang dapat menyerap (adsorben). Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dan zat cair, zat padat dengan gas, zat cair dengan zat cair, dan zat cair dengan gas.
Adsorbsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair yang memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak setimbang yang cenderung tertarik ke arah dalam (gaya kohesi adsorben lebih besar daripada gaya adhesinya). Ketidakseimbangan gaya tarik tersebut mengakibatkan zat padat atau zat cair yang digunakan sebagai adsorben cenderung menarik zat-zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya.
Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibagi menjadi dua bagian, yaitu adsorpsi  fisika dan adsorpsi kimia.( Mustaqim.2002).
            Adsorpsi ialah pengumpulan zat terlarut di permukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau zat cair yang kontak dengan zat lainnya. Proses ini menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas (paras, interface) cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan padatan dalam waktu tertentu. Contohnya antara lain dehumidifikasi, yaitu pengeringan udara dengan desiccant (penyerap), pemisahan zat yang tidak diinginkan dari udara atau air menggunakan karbon aktif, ion exchanger untuk zat terlarut di dalam larutan dengan ion dari media exchanger. Artinya, pengolahan air minum dengan karbon aktif hanyalah salah satu dari terapan absobsi.
            Atas dasar fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Yang pertama disebut chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Yang kedua, adsorpsi fisika (physical adsorption, terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya van der Waals dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya elektrostatis.
            Ada sejumlah hal yang mempengaruhi efektivitas adsorpsi, yaitu:
(1) jenis adsorban, apakah berupa arang batok, batubara (antrasit), sekam, dll;
(2) temperatur lingkungan (udara, air, cairan): proses adsorpsi makin baik jika temperaturnya makin rendah; (3) jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak terionisasi lebih mudah diadsorpsi). Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga, yaitu lemah (weak), terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah satunya adalah klor). Adsorpsi menengah (medium), terjadi pada zat organik alifatik dan adsorpsi kuat (strong) terjadi pada senyawa aromatik (zat organik yang berbau (aroma) dengan struktur benzene (C6H6)
2.1.6 Koagulasi
Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan cara penambahan senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara partikel lebih kecil dari pada gaya tolak menolak akibat muatan listrik. Pada kondisi stabil ini, penggumpalan partikel tidak terjadi. Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi sehingga partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar.
Proses koagulasi merupakan salah satu cara pengolahan air untuk menghilangkan kontaminan yang terkandung didalamnya. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid, serta padatan tidak mengendap, dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap ( bersifat stabil ) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Dispersi koloid hidrofobik biasa terjadi secara fisik atau kimia dan tidak bisa terdispersi kembali secara spontan di dalam air. Afinitas koloid hidrofobik terhadap air sangat kecil sehingga koloid ini tidak memiliki lapisan air yang cukup berarti. Ukuran berbagai komponen yang bisa terkandung dalam padatan yang tersuspensi di dalam air dapat bervariasi seperti yang tersedia dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Ukuran Berbagai Partikel yang Terlibat dalam Koagulasi

Diameter A0
A.    Sistem Koloidal
- Warna
- Koloid Inert (tanah liat, garam anorganik)
- Emulsi
- Bakteri
- Alga

B.     Kation (Na2+, Ca2+, Mg2+,Al3+)

C.     Polyelektrolit ( BM 100.000- 15.000.000)
D.     Air

50 - 1.000
1.000 - 30.000
2.000 - 100.000
5.000 - 100.000
50.000 - 8.000.000

1-2

250.000- 40.000.000
4
             ( Sumber : http://smk3ae.wordpress.com/feed/ )

Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, maka koagulan akan terdisosiasi dan ion logam akan mengalami hidrolisis dan menghasilkan ion komplek logam hidrokso yang bermuatan positif. Komplek-komplek logam hidrokso ini merupakan ion-ion yang bermuatan sangat positif dan teradsorbsi pada permukaan koloid. Ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi dalam air, antara lain:
a.       Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;
b.      Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup reaktif pada koloid;
c.       mengendap.

                                        Gambar 2.3. Skematik proses koagulasi
Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan antara lain jumlah dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan (Alaerts, 1984, 52).

2.2 Teori Yang Mendukung Tentang Masalah
Pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap, yaitu proses karbonasi terhadap bahan baku dan proses aktifasi hasil proses karbonisasi pada suhu tinggi. Proses karbonasi adalah proses penguraian selulosa menjadi unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur nonkarbon yang berlangsung pada suhu 600 - 7000C (Kienle, 1986). Proses aktivasi merupakan proses untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang, sehingga dapat meningkatkan porositas arang.
Proses aktivasi arang dapat dilakukan dengan cara aktivasi menggunakan gas atau proses aktivasi kimia. Prinsip dasar aktivasi menggunakan gas adalah dengan pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah dipanaskan. Arang dimasukkan ke dalam tungku aktivasi, lalu dipanaskan pada suhu 800- 10000C. Uap air atau gas CO2 dialirkan selama pemanasan. Selama pengaktifan dengan gas pengoksidasi, lapisan karbon kristalit yang tidak teratur mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan kristalit atau celah menjadi terbuka, sehingga gas pengaktif yang lembam dapat mendorong residu hidrokarbon seperti senyawa fenol, metanol dan senyawa lain yang menempel pada permukaan arang. Cara yang efektif untuk mendorong residu tersebut adalah dengan mengalir-kan gas pengoksidasi pada permukaan materi karbon (Pari, 1996).

Prinsip dasar aktivasi kimia adalah perendaman arang dengan bahan kimia sebelum dipanaskan. Arang direndam dalam larutan pengaktif selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600 - 9000C selama 1 - 2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara sela-sela lapisan  heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Bahan kimia yang digunakan antara lain H3PO4, NH4Cl, AlCl3, HNO3, KOH, NaOH, H3BO3, KMnO4, SO2, H2SO4 dan K2S (Kienle, 1986). Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan meresap ke dalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup komponen kimia, sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar (Ketaren, 1986).
Aktivasi arang tempurung kelapa menggunakan aktivator (NH4)HCO3 juga pernah dilakukan, dimana konsentrasi aktivator divariasi dan arang direndam selama 10 jam. Hasil penelitian tersebut memberikan kualitas arang terbaik pada konsentrasi aktivator 2,5%. Pada konsentrasi tersebut diperoleh kadar abu 3,18%, kadar air 1,95%, kadar zat mudah menguap 17,7% dan daya adsorpsi terhadap iod sebesar 304,88 mg/g (Subadra dkk, 2005).

2.3 Kerangka Berpikir
Dengan berkembangnya zaman, pabrik kelapa sawit sudah banyak di indonesia, seperti halnya di provinsi jambi. Limbah kelapa sawit merupakan limbah yang banyak kegunaannya, di antaranya adalah cangkang kelapa sawit. selain digunakan untuk pembuatan bahan bakar cangkang sawit ini diprediksikan juga bisa di gunakan untuk dijadikan adsorben (penyerap).
pembuatan arang aktif yang terbuat dari cangkang kelapa sawit merupakan salah satu cara mengadsorbsi alternatif yang digunakan untuk menyerap zat-zat tercemar yang berbahaya. 
Dalam penelitian ini, arang cangkang sawit di aktifkan dengan menggunakan soda kue dan asam asetat dengan memvarisaikan lama waktu aktivasinya. Sehingga bisa ditentukan waktu yang efektif untuk mengadsorbsi zat tercemar tersebut.
2.4 Hipotesis
a.       Hipotesis Nol (Ho)
Tidak terdapat pengaruh dari lama waktu aktivasi yang di variasikan terhadap arang cangkang kelapa sawit yang diaktifkan dengan soda kue dan asam asetat.
b.      Hipotesis A (Ha)
Terdapat pengaruh dari lama waktu aktivasi yang di variasikan terhadap arang cangkang kelapa sawit yang diaktifkan dengan soda kue dan asam asetat.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di Labolatorium kimia UP-MIPA Universitas jambi, yang meliputi preparasi sampel, pembuatan arang cangkang sawit, pengaktifan arang cangkang sawit menggunakan soda kue, dan penentuan pengaruh lama waktu aktifasi terhadap arang cangkang  dengan soda kue dan asam asetat.
Secara keseluruhan pelaksanaan penelitian akan berlangsung selama 3 (tiga) bulan mulai november 2011 sampai januari 2012.

3.2 Populasi Dan Sampel
Dalam penelitian ini tidak diperlukan populasi karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bagian yang sama keseluruhannya sehingga populasi maupun sampel merupakan hal yang sama dalam penelitian ini.

3.3 Alat dan Bahan
3.3.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
Arang cangkang kelapa sawit, natrium karbonat (Na2CO3) p.a, Asam asetat(CH3COOH), dan aquadest.

3.3.2  Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
Biuret 50 mL, beker gelas 100mL pyrex, gelas ukur 10 mL, indikator pH, pH meter, labu takar 100 mL dan 500 mL pyrex, erlenmeyer 100 mL pyrex, botol reagen, pipet ukur 25 mL, karet penghisap, corong gelas, furnace, cawan porselin, pengaduk gelas, timbangan analitik Mettler Toledo AT 200, magnetic stirer, kertas saring, ayakan lolos 100 mesh Fischer, pemanas listrik, botol semprot, gelas arloji, pipet tetes, oven.

3.4  Metode kerja
1.4.1        Pembuatan arang Cangkang Kelapa Sawit
Cangkang Kelapa Sawit dibakar dalam kaleng. Pada bagian bawah tempat bahan bakar yang kemudian di atasnya ditempatkan tempurung kelapa yang akan diarangkan. Pada bagian bawah kaleng diberi 4-5 lubang untuk tempat masuknya oksigen pada waktu awal proses pembakaran, dan bagian atas terdapat 1 lubang sebagai tempat keluarnya asap pembakaran.

3.4.2 Pembuatan arang aktif
Sebanyak 50 gram arang Cangkang Kelapa Sawit yang lolos 100 mesh masing-masing direndam dalam 100 mL Natrium karbonat(Na2CO3) dan asam asetat(CH3COOH) 4M selama 10 jam. Kemudian campuran tersebut disaring dan dicuci dengan aquades. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 110 0C selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator. Hasil arang aktif tersebut sebelum digunakan sebagai adsorben terlebih dahulu dikarakterisasi.

3.4.3 Karakterisasi Arang aktif
Sebelum arang cangkang kelapa sawit diaktifkan, arang dikarakterisasi terlebih dahulu. Tahap karekterisasi ini meliputi penentuan kadar air, kadar abu, rendemen, kadar zat terbang dan kadar karbon terikat.
a. Penentuan kadar air
Sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang dan sebagai massa mula-mula (a), dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ± 2oC selama 3 jam. Selanjutnya dimasukkan dalam desikator hingga kering dan diperoleh massa yang konstan (b).
b. Penentuan kadar abu
Sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang dan dianggap massa mula-mula (a), dipanaskan pada suhu 600oC selama 4 jam. Setelah pemanasan selesai, tutup furnace dibuka selama 1 menit untuk menyempurnakan proses pengabuan. Selanjutnya dimasukkan dalam desikator hingga kering dan diperoleh massa yang konstan sebagai massa abu (b).


c. Rendemen
Penetapan rendemen arang aktif bertujuan untuk mengetahui jumlah arang aktif yang dihasilkan dari proses karbonasi dan aktivasi.
d. Kadar zat terbang
Penetapan kadar zat terbang bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa yang belum menguap pada proses karbonasi dan aktivasi, tetapi menguap pada suhu 9500C. Menurut Sudradjat (1985), komponen yang terdapat dalam arang aktif adalah air, abu, karbon terikat, nitrogen dan sulfur. Pada pemanasan di atas 9000C nitrogen dan sulfur akan menguap, dan komponen inilah yang disebut zat terbang.
e. Kadar karbon terikat
Semakin tinggi kadar karbon, semakin baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif.

3.4.4. Aktivasi Arang cangkang kelapa sawit
Arang cangkang kelapa sawit yang sudah melalui proses karakterisasi, dicuci dengan aquades dan dikeringkan pada suhu 1100C selama 60 menit, 90 menit, dan 120  menit. Kemudian arang ditumbuk dan diayak. Selanjutnya dilakukan pengaktifan tanpa activator dan menggunakan aktivator, pengaktifan dengan activator natrium karbonat(Na2CO3)  dan asam asetat(CH3COOH).


a. Aktivasi Arang Cangkang Kelapa Sawit Tanpa Aktivator
            Ditimbang 100gr arang cangkang kelapa sawit dipanaskan dalam furnace silinder pada suhu 8500C selama 2 jam. Kemudian didinginkan dan dicuci dengan aquades hinggga netral (pH 5-8). Hasil cucian dikeringkan dalam oven selama 60 menit, 90 menit dan 120 menit pada suhu 110oC, disimpan untuk digunakan pada prosedur selanjutnya.

b. Aktivasi Arang Cangkang Kelapa Sawit dengan menggunakan activator Na2CO3
Ditimbang 100gr arang cangkang kelapa sawit dicampurkan secara merata dengan activator Na2CO3. Setelah itu, Dipanaskan dalam furnace silinder pada suhu 8500C selama 2 jam. Kemudian didinginkan dan dicuci dengan aquades hinggga netral (pH 5-8). Hasil cucian dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 110oC, disimpan untuk digunakan pada prosedur selanjutnya.

c.       Aktivasi Arang Cangkang Kelapa Sawit dengan menggunakan activator CH3COOH
Ditimbang 100gr arang cangkang kelapa sawit dicampurkan secara merata dengan activator CH3COOH. Setelah itu, Dipanaskan dalam furnace silinder pada suhu 8500C selama 2 jam. Kemudian didinginginkan dan dicuci dengan aquades hinggga netral (pH 5-8). Hasil cucian dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 110oC, disimpan untuk digunakan pada prosedur selanjutnya.


3.4.5  Pengukuran pH Sampel (Air aquadest)
            Dimasukkan sampel sebanyak 25ml kedalam gelas kimia 50ml, diukur pH dengan menggunakan pH Meter.

3.4.6  Proses Koagulasi pada Sampel (Air Aquadest)
            Sebanyak  1L air aquadest dimasukkan kedalam gelas kimia, kemudian dimasukkan tawas sebanyak 1gr, diaduk selama 10 menit, didiamkan selama 10 menit (proses pengendapan) dan diambil air pada lapisan atas untuk digunakan pada  proses berikutnya.
3.4.7 Proses Absorpsi Arang Aktif pada Sampel tanpa activator .
            Sebanyak 50 ml air aquadest yang telah dikoagulasi dimasukkan kedalam gelas kimia, kemudian dimasukkan 2 gr karbon aktif, dan diaduk dengan variasi waktu 10, 20, 30, 40, dan 50 menit kemudian didiamkan dan diambil air dengan penyaringan.

3.4.8 Proses Absorpsi Arang Aktif pada Sampel dengan activator Na2CO3
            Sebanyak 50 ml air aquadest yang telah dikoagulasi dimasukkan kedalam gelas kimia, kemudian dimasukkan 2 gr karbon aktif yang telah dicampur dengan Na2CO3, dan diaduk dengan variasi waktu 10, 20, 30, 40, dan 50 menit kemudian didiamkan dan diambil air dengan penyaringan.

3.4.9 Proses Absorpsi Arang Aktif pada Sampel dengan activator CH3COOH
            Sebanyak 50 ml air aquadest yang telah dikoagulasi dimasukkan kedalam gelas kimia, kemudian dimasukkan 2 gr karbon aktif yang telah dicampur dengan CH3COOH, dan diaduk dengan variasi waktu 10, 20, 30, 40, dan 50 menit kemudian didiamkan dan diambil air dengan penyaringan.

1.5         Analisis Data
1.Analisis Kualitatif
Menentukan waktu yang efektif penggunaan arang aktif pada proses pengadsorbsi zat tercemar.
2.Analisis kuantitatif
Menentukan mutu arang aktif yang baik digunakan sesuai dengan standar industri indonesia (SII).

DAFTAR PUSTAKA

·         Badan Litbang Pertanian, 2011, “Arang Aktif Meningkatkan Kualitas Lingkungan” Sinar Tani Edisi 6-12 April 2011 No. 3400 Tahun XLI
·         Cameron Carbon Incorporated, “Activated Carbon Manufacture, Strukture & Properties” Activated Carbon & Related Technology.
·         Departemen Perindustrian, 2007 “Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit”,pdf
·         Deptan,2006. “Pedoman Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit”
·         Environmental Engineering,pdf
·         Hendra,Djeni. “Pembuatan arang aktif dari Tempurung Kelapa Sawit dan Serbuk Kayu Gergajian Campuran”.
·         http://en.wikipedia.org/wiki/asam asetat
·         http://en.wikipedia.org/wiki/Activated Carbon
·         http://en.wikipedia.org/wiki/kelapasawit
·         http://www.chemvironcarbon.com
·         Kent S. Knaebel. “Adsorbent Selection” Adsorption Research, Inc. Dubil, Ohio
·         Okeola F.O. And Odebunmi E.O. ,2010. “Freundlich and Langmuir Isotherms Parameters for Adsorption of Methylene Blue by Activated Carbon Derived from Agrowastes” Advances in Natural and Applied Sciences, 4(3): 281-288,
·         Sembiring,M.T,Sinaga,T.S,. “Arang Aktif (pengenalan dan proses pembuatannya)” Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik,USU.
·         Sudradjat, R., D. Tresnawati & D. Setiawan (Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan), 2005. “Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)”.